Kamis, 27 Desember 2007

Regulasi Bisnis Logistik Amburadul

Laporan Wartawan Persda, Choirul Arifin
JAKARTA, PERSDA--Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta pemerintah segera membenahi regulasi bisnis logistik di Indonesia. Pasalnya, pengendalian regulasi di bisnis ini sampai saat ini masih jadi rebutan antara tiga departemen --Departemen Perhubungan, Departemen Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
"Bisnis logistik adalah bisnis yang yang potensinya sangat besar untuk terus berkembang di Indonesia. Saat ini pemain asing semakin agresif masuk. Tapi regulasinya lemah. Tak ada ketegasan Pemerintah siapa yang ditunjuk mengelola regulasi bisnis ini," kata Ketua Umum Kadin MS Hidayat kepada Persda Network.
"Di lapangan, masih ada kerancuan pembagian wilayah wewenang dan tanggung jawab regulasi di bisnis ligistik antara Dephub dan Depdag." Ia menambahkan, ketentuan hukum yang jelas sangat dibutuhkan untuk mengurangi ketidakpastian dalam menjalankan bisnis logistik. "Perlu segera dipertegas kewenangan instansi mana yang ditunjuk untuk menangani sektor logistik. Selama ini selalu terjadi perebutan antara tiga departemen," jelas Hidayat.
Diakuinya, meningkatnya volume perdagangan barang baik perdagangan domestik maupun internasional membuat bisnis logistik makin diminati. "Sektor logistik merupakan urat nadi perdagangan dalam negeri dan internasional. Tanpa kelancaran bekerjanya sektor logistik, proses produksipun akan terganggu."
Kesepakatan integrasi pasar ASEAN akan membuat bisnis logistik semakin strategis. "Dalam integrasi pasar ASEAN, sektor logistik jadi sektor pertama yang akan diintegrasikan. Namun faktanya, industri dan regulasi di bidang logistik kita masih belum siap," jelasnya.
Menyangkut pungutan logistik misalnya, pelaku bisnis di bidang ini masih merasakan ekonomi biaya tinggi. "Pemerintah memang sudah berupaya menekan aneka pungutan yang terkait tingginya biaya logistik. Tapi permasalahan di sektor logistik bukan hanya menyangkut pengurangan ongkos angkut," paparnya.
Regulasi bisnis logistik jelas dan tegas, lanjut Hidayat, akan memberi kontribusi terhadap perekonomian secara signifikan. Dengan regulasi yang jelas, pelaku usaha bisa menjaga mata rantai suplai dan arus barang serta jasa.
Kritikan terhadap lemahnya regulasi di bisnis logistik sebelumnya banyak disampaikan pengusaha dan pebisnis luar negeri. Pelaku bisnis logistik Jepang yang juga Manajer Operasi Divisi Transportasi Internasional Mitsubishi Logistics Corporation, Makoto Yamazaki menilai, landasan hukum logistik di Indonesia tidak memadai. Mereka meminta penataan ulang pola ekspor dan impor terkait dengan perdagangan dunia.
"Di Indonesia tidak ada jaminan asuransi bagi keamanan pengiriman dan penerimaan barang. Akibatnya, importir dan eksportir yang membutuhkan asuransi keamanan pengiriman dan penerimaan barang harus menggunakan hukum dagang internasional, " ujarnya.
Menurutnya, belakangan banyak perusahaan manufaktur dan kimia Jepang di Indonesia yang memilih menggunakan perusahaan logistik Jepang karena ketiadaan jaminan asuransi keamanan barang yang diberikan perusahaan logistik lokal.
Pengamat transportasi dan bisnis logistik dari Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi (STMT) Trisakti, K Martono mengatakan, potensi pasar logistik di Indonesia mencapai 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional per tahunnya. Kondisi itu mengundang minat banyak perusahaan asing untuk masuk.
Ia menambahkan, ketiadaan regulasi yang pasti di bisnis ini membuat kue terbesar bisnis logistik dikuasai asing. Sejumlah negara seperti Australia, China, dan Malaysia telah sejak lama memiliki regulasi pasti di bisnis ini.